Rss

Senin, 20 Februari 2012

Nelayan Jobokuto Tak Melaut



Nelayan Jobokuto Tak Melaut

       Para nelayan di Kelurahan Jobokuto, Kota Jepara sudah sepekan lebih tak melaut. Kondisi laut yangsedang memasuki musim baratan, membuat para nelayan untuk sementara waktu menambatkan perahunya di dermaga pantai. Gelombang yang lebih dari tiga meter memaksa para nelayan menepi sementara.

Ketua Kelompok Nelayan Jobokuto Suudi mengatakan aktivitas yang mereka lakukan saat gelombang laut masih tinggi adalah memperbaiki jaring dan peralatan lain di rumah masing-msing. ’’Jika tahun lalu pada awal Januari aktivitas melaut sudah kembali normal, namun di tahun ini, kondisi laut masih ekstrem. Namun demikian Suudi berharap, kondisi seperti ini akan segera selesai. Sehingga para nelayan bisa kembali melaut’’.  

Suudi berkata untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, para nelayan biasanya menggadaikan berbagai perabotan rumah tangga. Seperti televisi, kulkas hingga perhiasan. Cara yang lain, mereka berhutang dulu untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
Suudi mengaku, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara sudah menurunkan
harga beras kepada mereka pada Desember lalu. Masing-masing Kepala Keluarga (KK) mendapatkan jatah beras sebanyak 5 kilogram. Namun demikian, beras ini sudah habis mereka konsumsi. Ia berharap, Pemkab Jepara memberikan beras tambahan kepada mereka.

        Hal senada juga disampaikan salah seorang nelayan di Desa Bondo, Kecamatan Bangsri Prio Santoso. Dia menjelaskan meski kebanyakan beristirahat bisa jadi ada yang nekat mencari ikan. Para nelayan mengenal masa ‘’srobotan” dimana saat itu, kondisi cenderung normal dan mereka memberanikan diri untuk mencari ikan. “Pada masa srobotan itu, biasanya hasil tangkapan juga banyak” ujarnya.
Tapi, masa–masa seperti ini cukup membahayakan bagi nelayan. Artinya, nelayan harus siap dengan resiko tinggi yang sewaktu-waktu bisa datang berupa gelombang ombak yang kembali tinggi. ’’Bisa saja saat berada di tengah laut, ombak besar atau badai menghempaskan perahu mereka,’’ tuturnya.

Dinas Ciptaruk Harapkan Alat Pemilah Sampah

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang ada di jepara, terus mendapatkan perhatian khusus Dinas Cipta Karya Perumahan Tata Ruang dan Kebersihan (Ciptaruk) Jepara. Dinas Ciptaruk berharap bisa mendapatkan alat pemilah sampah yang diajukan ke pihak swasta. Kepala Dinas Ciptaruk Jepara Suyatno menjelaskan pemilah sampah itu bisa memilah sampah organik dan sampah anorganik. ’’Sampah organik yang datang langsung dijadikan pupuk kompos. Kalau yang anorganik perlu alat untuk menjadikan butiran-butiran kecil yang bisa digunakan seperti batu bara”.

Dengan adanya alat pemilah sampah itu akan memberikan manfaat ganda
bagi Jepara. . Pertama, akan mampu menekan jumlah sampah yang masuk ke TPA. Kedua, keterlibatan pihak swasta dalam pengelolaan sampah akan menaikkan penilaian untuk mendapatkan penghargaan Adipura. ’’Selain PLTU, kami juga mengajak pihak swasta yang lain untuk ikut terlibat dalam pengelolaan lingkungan agar pencemaran dapat dikurangi.

Setelah diajukannya alat tersebut mereka tinggal menunggu penandatanganan memorandum of understanding atau MoU. ’’Kami harapkan akhir Februari ini penandatanganan MoU sudah terjadi sehingga pengadaan barang bisa segera dilakukan”.



KETERBATASAN LAPANGAN PEKERJAAN



Perjuangan hidup memang sulit bagi rakyat kecil. Demi menyambung hidup, para penambang pasir tidak mengenal panas, dan lelah. Mereka hanya ingin menghidupi keluarganya dengan menambang pasir. Untuk melamar pekerjaan sangat sulit, karena bermodalkan ijazah SD.

Para penambang pasir rela menempuh bahaya demi kelurga. Karena terkadang bahaya menimpa mereka. Apakah kita pernah bekerja seperti mereka? Pekerjaan mereka mengambil pasir sedikit demi sedikit dan dikumpulkan menjadi satu. Uang yang didapatkan tidak sesuai dengan apa yang dikerjakan dari terbit fajar sampai malam hari, itupun kalau pasirnya ada yang beli kalau tidak, maka mereka pulang dengan tangan hampa.

Mereka tidak punya pilihan lain, karena keterbatasannya lapangan pekerjaan yang ada. Pemerintah hanya mengurusi kepentingan pribadi,keluarga dan kelompoknya. Apakah mereka sadar, banyak rakyat yang susah karena minimnya lapangan pekerjaan. Yang ada dipikliran pemerintah hanyalah kesenangan, tidak pernah memikirkan rakyat- rakyat kecil yang sehari-hari membanting tulang demi keluarga.

Hidup sederhana bermakna bagi kehidupan

Hidup masyarakat kecil memang serba sederhana. Dari kesederhanaan, mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhan dengan cara mengais sampah-sampah/barang bekas, yang mana sampah tersebut dikumpulkan sedikit demi sedikit. Pemulung adalah pahlawan lingkungan hidup. Dan pekerjaan tersebut tentunya membersihkan lingkungan dari sekitar tempat tinggal maupun tempat beraktifitas kita .
Samapah-sampah yang dikumpulkan berupa sampah plastik, kardus, botol air mineral, kertas koran dan besi-besi bekas. Dengan kekuatan dan kesabaran mereka bersemangat tanpa mengenal panas, hujan dan lelah. Semestinya pmulung itu pahlawan yang jasanya sangat besar bagi kehidupan. Tetapi masyarakat memandang pekerjaan memulung itu tidak ada harganya. Betapa mulianya pekerjaan mereka setiap hari bergelut dengan sampah yang baunya tidak sedap sehingga mereka menghiraukan kesehatannya sendiri demi memenuhi kebutuan keluarganya.
Peduli terhadap pemulung itu penting, karena mereka juga membantu kita mengurangi sampah yang ada di sekitar kita. Kumpulkan barang-barang yang kita anggap sudah tidak berguna, kemudian serahkan pada pemulung untuk diolah kembalimenjadi barang yang berguna lagi. Dengan cara tersebut kita sudah peduli dengan lingkungan dan lingkungan pun menjadi bersih. Sebagaimana pula kita telah menolong pemulung dalam mencari rizki.
Tanpa mereka bagaimana hidup masa depan generasi-generasi kita ? dan apa yang terjadi dengan lingkungan kita ?. Mari kita kembali memandang masyarakat kecil dan bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah kepada kita.